Korsleting listrik tak boleh diremehkan. Gara-gara arus pendek ini, sebuah rumah di Cipinang, Jakarta Timur, terbakar dan menewaskan empat penghuninya. Simak tips untuk menghindari korsleting dan kebakaran di rumah berikut ini.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan ada sejumlah cara untuk mencegah kebakaran. Cara pertama adalah menghindari penggunaan peralatan dengan beban kapasitas listrik yang berlebih.
“Hindari penggunaan peralatan listrik yang melebihi beban kapasitas meter listrik,” kata Sutopo dalam pernyataannya, Senin, Juli 2012.
Kedua, hindari pemasangan instalasi listrik dengan terlalu banyak sambungan di rumah dengan isolasi yang apabila terkena panas listrik mudah memuai dan mengelupas. Ketiga, pada saat listrik padam, jangan letakkan lilin dekat dengan bahan yang mudah terbakar, seperti kasur, kayu, dan kain.
“Keempat, hindari peralatan dan bahan yang mudah terbakar dari jangkauan anak-anak. Kelima, periksa secara berkala instalasi listrik di rumah. Apabila ada kabel rapuh, sambungan atau stop kontak yang aus atau tidak rapat, segera ganti dengan yang baru,” ujar Sutopo.
Keenam, periksa kondisi tungku masak, baik kompor minyak maupun gas, slang, tabung dan lain-lain. Kemudian segera ganti jika ada yang bocor.
“Ketujuh, tempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar pada tempat khusus, bercampur dengan dengan bahan yang dapat menimbulkan reaksi kebakaran. Kedelapan, siapkan alat pemadam kebakaran, air, pasir, karung goni yang dibasahi di lingkungan sekitar,” tutur Sutopo.
Menurut Sutopo, kebakaran merupakan bencana yang lebih sering disebabkan kelalaian manusia. Data pada 2002-2011 menunjukkan sekitar 63% kebakaran permukiman di Indonesia disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik, 10% oleh api dari lampu minyak dan lilin, 5% dari rokok, 1% dari kompor, dan lainnya.
“Sebagian besar kebakaran terjadi di permukiman padat dengan instalasi jaringan listrik yang tidak memenuhi standar keamanan. Puncak kejadian kebakaran permukiman terjadi selama bulan Juli-Agustus-September, di mana pada Agustus yang tertinggi karena pengaruh cuaca yang kering. Tren kebakaran permukiman meningkat terkait dengan makin padatnya penduduk, cuaca makin kering, kemiskinan, terbatasnya hidran, penggunaan lahan dan sebagainya,” kata Sutopo.